Jumat, 07 November 2014

MENGOBATI PENYAKIT BATHIN

Al-Jundi berkisah tentang seseorang yang merasa dirinya mengidap penyakit. Penyakit bathin yang kronis, yang orang beriman sekalipun sering lupa akan sakitnya itu. Orang itu kemudian datang kepada sosok yang dipandang shalih, seraya bertanya,”Aku menderita penyakit jauh dari Allah SWT, apakah gerangan obatnya?”
Hamba yang shalih itu menjawab,”Wahai engkau sahabatku, carilah akar keikhlasan, daun kesabaran, dan perasaan tawadhu”. Lalu, lanjut dia, “Letakkan semua itu di bejana ketakwaan dan tuangkan padanya air ketakutan (kepada Allah), kemudian taruhlah di atas api kesedihan dan saringlah dengan saringan muraqabbah (kesadaran akan adanya pengawasan Allah) dan peraslah dengan telapak tangan kejujuran, minumlah dengan gelas istighfar, lalu berkumur-kumurlah dengan sikap wara’.”
Sosok nan shalih itu kemudian menutup kalimat petuahnya, “Dan jauhkanlah dirimu dari loba dan tamak, maka engkau akan sembuh dari penyakitmu dengan izin Allah”. Nasehat yang puitis itu sungguh dalam makna dan fungsinya, bagaimana mengobati penyakit ruhani karena ba’id ‘an Allah, hidup jauh dari Allah seraya mendekatkan diri kepada-Nya dengan sepenuh jiwa raga.
Sebenarnya segala bentuk ibadah dalam Islam adalah ikhtiar mendekatkan diri kepada Allah, at-taqarrub ila Allah. Bahwa ibadah ialah mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan melaksanakan perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya, serta melaksanakan apa-apa yang diizinkan oleh-Nya. Apakah ibadah itu bersifat khusus atau mahdhah seperti shalat, puasa, dan lain sebagainya. Maupun ibadah yang bersifat umum seperti mu’amalah yang bersifat hubungan-hubungan kemanusiaan. Dasar dari semua ibadah itu ialah ikhlas lillahi-ta’ala untuk meraih ridla dan karunia Allah.
Berdzikir dalam makna khusus maupun umum juga merupakan bagian dari cara mendekatkan diri kepada Allah. Allah berfirman, yang artinya:”Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. ar-Ra’d [13]:28). Allah pun memberikan agar setiap hamba beriman berada di jalan Tuhan agar dirinya tenang, “Wahai jiwa-jiwa yang tenang. Kembalilah kamu pada Rabb-mu dalam kondisi ridla dan diridlai. Maka masuklah kamu dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah kamu dalam surga-Ku.” (QS. al-Fajr [89]:27-30).
Rasulullah bersabda, “Inginkah kalian aku ajarkan sesuatu dengannya, kalian bisa menyusul orang-orang yang mendahului kalian dan kalian bisa meninggalkan orang-orang yang di belakang kalian, dan tidak ada seorang pun yang lebih baik dari kalian, kecuali mereka yang juga mencontoh amalan kalian?” Para sahabat menjawab, “Tentu Ya Rasulullah”. Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bertasbih, bertakbir dan bertahmid-lah kalian pada setiap kali selesai sholat wajib sebanyak 33 kali.” (HR. Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah).
Berdzikir tentang alam semesta ciptaan Allah pun akan menimbulkan rasa syukur, sementara kesyukuran itu melahirkan ketenteraman jiwa. Allah berfirman, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci ENgkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali-Imran [3]:190-191).
Maka, setiap Muslim penting bermuhasabah diri. Siapa tahu selama ini hidup hnya berlomba mobilitas diri dalam segala ambisi duniawi, seraya lupa dan abaidengan menjaga kedekatan diri kepada Allah Yang Maha Segalanya. Jika tidak pandai menjaga keseimbangan, hidup mengejar dunia itu tidak akan pernah ada habisnya, selalu kurang dan tidak puas. Apalagi jika sekedar mengejar bayang-bayang duniawi yang serba gemerlap dengan menjauhi dan menerjang nilai-nilai Ilahi. Hablu-minannas itu baik untuk ditunaikan dengan optimal, tetapi jangan sampai melalaikan diri dari hablu-minallah. Sebab sekali salah satunya putus maka datanglah penyakit atau bencana (QS. Ali-Imran [3]:112).

[oleh : a.nuha; dimuat di Suara Muhammadiyah 21/98-1435H]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar